Breaking News

KTP dan Dalil Kebangsaan

Oleh : Mukhammad Ichwanul Arifin

Pusaka hati wahai tanah airku.. cintaku dalam imanku.. jangan halangkan nasibmu.. bangkitlah hai bangsaku... Indonesia negeriku.. engkau panji martabatku.. siapa datang mengancammu kan binasa di bawah durimu...
                        Bagi warga Nahdliyyin, Syair karya KH Wahab Chasbullah tersebut tidaklah asing di telinga mereka. Syair tersebut selalu dinyanyikan dalam setiap event baik di tingkat Nahdlatul Ulama (NU) atau pun yang menjadi bagian dari badan otonom NU sendiri. Syair tersebut mengajarkan kita untuk selalu menumbuhkembangkan rasa kecintaan kita kepada Negara Indonesia ini, membela serta mempertahankan negara ini dari berbagai ancaman yang datang dari luar.
                        Namun sangat disayangkan, ancaman serius bagi bangsa Indonesia ini sendiri justru datang dari dalam, para pemuda bangsa saat ini sedang gencar-gencarnya untuk merubah Ideologi Pancasila yang menjadi kesepakatan bersama sejak negeri ini merdeka dan menawarkan Agama (Islam)-lah untuk menggantikan Ideologi bangsa ini. Selama ini mereka selalu beralasan bahwa Ideologi yang diterapkan di Indonesia saat ini merupakan Ideologi buatan  manusia yang bersifat sekularistik. Mereka menjuluki thogut pada ideologi pancasila saat ini, bahkan yang lebih ekstrim mereka mengkafirkan serta menghalalkan darah orang-orang yang membela ideologi tersebut.
                        Di sisi lain kita sering menyaksikan beberapa fenomena masyarakat muslim yang enggan untuk hormat bendera, enggan berbuat bagi perkembangan bangsa ini, enggan untuk berkorban bagi bangsa ini. Sikap tersebut merupakan implikasi dari cap thogut yang mereka lekatkan kepada bangsa ini. Mereka selalu menanyakan dalil tentang keabsahan cinta kepada tanah air.
                        Sungguh hal ini sangat bertolak belakang ketika kita membuka kembali lembaran sejarah bangsa ini. Ketika itu para ulama, santri serta masyarakat nusantara berkorban darah hingga nyawa untuk kemerdekaan yang bisa kita rasakan hingga saat ini. Para ulama saai itu tidak pernah bertanya tentang dalil untuk membela bangsa ini, padahal beliau lebih alim dari pada mereka yang bertanya. Mereka yang berjuang yakin bahwa mereka sebagai tuan rumah tidak ingin disemena-menakan oleh para pendatang hingga mereka bersedia untuk melakukan apa saja demi hidup mulia di negeri sendiri.
                        Para pendahulu kita juga sering menasehati agar kita menjadi warga Indonesia yang beragama Islam dan bukan orang Islam yang kebetulan tinggal di Indonesia. Jika kita cermati, pesan tersebut sangatlah mendalam. Kita dianjurkan beragama tetapi dengan beragama kita tidak kehilangan jati diri kita sebagai warga Indonesia. Kita beragama tetapi tidak menghilangkan ciri khas atau pun budaya tradisi kita. Tetapi dengan budaya itulah agama menjadi bersatu dengan kehidupan masyarakat
                        Dari sini, Identitas kebangsaan menjadi sangat penting untuk berbuat sesuatu yang berguna bagi bangsa ini. Di zaman Indonesia yang sudah separuh abad merdeka ini, Identitas kebangsaan seseorang sudah tercantum dengan jelas dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP). Tentunya sebagai warga negara, sangatlah tidak patut untuk menanyakan dalil-dalil yang bersumber dari al-Quran dan al-Hadis tentang mencintai serta membela tanah air. Cukuplah KTP yang menjadi bukti tentang keharusan mencintai dan membela tanah air.
                        Apakah kita termasuk orang yang mencintai negeri ini???

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.