Menghormati Perbedaan; Refleksi Hari Santri Nasional 2017
Oleh : Mukhammad Ichwanul Arifin
Setiap tanggal 22 Oktober merupakan tanggal yang bersejarah bagi bangsa Indonesia khususnya para santri, sebab tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Santri Nasional. Sebuah penghargaan khusus bagi para santri yang mulai diakui kiprah dan eksistensinya oleh bangsa Indonesia.
Merujuk pada sejarah silam, bahwa pada tanggal 22 Oktober 1945 merupakan tanggal di mana KH. Hasyim Asy'ari bersama para kyai seJawa dan Madura mencetuskan Fatwa Resolusi Jihad Fii Sabilillah di Gedung HoofdBestuur Nahdlatoel Oelama di jalan Bubutan VI Surabaya yang menghukumi Fardhu Ain bagi setiap muslim untuk mempertahankan Kemerdekaan RI yang diproklamirkan oleh Bung Karno pada bulan Agustus sebelumnya. Fatwa tersebut juga menghukumi Mati Syahid bagi umat muslim yang gugur dalam medan pertempuran. Puncak dari Fatwa tersebut ialah meletusnya pertempuran 10 Nopember 1945 yang menimbulkan banyak gugurnya korban jiwa pada kedua belah pihak. (Indonesia dan Belanda).
Sesaat setelah Fatwa dicetuskan oleh para kyai, banyak para santri yang membentuk milisi (militer sipil) untuk merespon fatwa tersebut di antaranya ialah terbentuknya Laskar Hizbullah dan Laskar Sabilillah yang terdiri dari santri berbagai Pondok Pesantren.
Mengingat sejarah singkat di atas, maka tidaklah berlebihan jika pemerintah memberikan penghargaan atas jasa para santri khususnya Ulama dengan memberikan Hari Santri Nasional sebagai salah satu hari bersejarah di Republik Indonesia.
Pada tahun 2017 ini atau tahun ketiga sejak pemerintah resmi menetapkannya, tentunya ada banyak problem yang menjadi perhatian kita dewasa ini, khususnya bagi penulis.
Jika pada tanggal 22 Oktober 1945 mencerminkan ketaatan seorang santri kepada para kyainya, bahkan sendiko dawuh merupakan harga mati ketika mendengarkan kata-kata kyainya, di zaman sekarang tidak sedikit para santri yang berani mengolok-ngolok para kyai yang tidak sepaham dengannya.
Pada tahun sebelumnya, akrab di telinga kita sekelompok golongan yang menamai dirinya sebagai NU Garis Lurus yang gencar melakukan pembenaran -bahkan membabat habis- para kyai di atasnya sehingga banyak menimbulkan keresahan di kalangan warga Nahdliyyin (sebutan untuk warga NU), termasuk penulis sendiri. Bagaimana tidak, Kyai sekaliber KH. Mustofa Bisri (Gus Mus) tak lepas dari hinaan dan cacian mereka bahkan mengatai beliau dengan kata-kata yang tidak pantas. Naudzubillah..
Lama tak terdengar, minggu belakangan penulis menemukan fanspage dengan nama Generasi Muda NU (ada banyak dengan nama yang sama, tetapi hanya satu fanspage yang penulis temukan melakukan penyerangan) yang kembali melakukan penyerangan terhadap para kyai NU. Bedanya jika pada NU Garis Lurus melakukan penyerangan dengan dalil, maka Generasi Muda NU menyerang dengan dalil logika (aqliyyah). Dan Alhamdulillah, setelah fanspage tersebut dilaporkan ke Polda Jatim, fanspage tersebut hilang tanpa tahu rimbanya.
Kyai Said Aqil Siradj pernah mengatakan bahwa Pesantren merupakan NU kecil dan NU merupakan pesantren besar. Common sense dari perkataan tersebut ialah NU merupakan Jam'iyyah berkumpulnya Pondok Pesantren di Indonesia.
Jika berbicara tentang Pesantren, maka tidak akan pernah lepas dari dua unsur, yakni Kyai dan Santri. Oleh sebab itu, NU merupakan tempat bernaungnya para Kyai dan Santri.
Merujuk dari pernyataan di atas, jikalau seseorang melakukan sebuah penyerangan kepada salah seorang Kyai, maka secara tidak langsung ia melecehkan NU sebagai organisasi yang menaunginya.
Pada momen Hari Santri saat ini, hendaknya kita selalu bermuhasabah untuk menjadi yang lebih baik. Selalu menghormati terhadap para Kyai kita meskipun di antara para Kyai banyak terjadi perbedaan pendapat. Sebab di zaman yang lalu perbedaan semacam itu sudah sering terjadi tetapi tidak pernah menimbulkan gesekan yang berarti. Perbedaan Kyai Hasyim Asy'ari dengan Kyai Faqih Maskumambang misalnya yang berbeda pendapat tentang bedug, beliau saling menghormati pendapat yang lain.
Semoga perbedaan pendapat yang terjadi tidak menimbulkan perpecahan. Akhir kata Selamat Hari Santri Nasional 2017.
Tidak ada komentar: