Breaking News

ANTARA DIMAS KANJENG DAN ETOS KERJA

Belakangan ini, publik telah dihebohkan dengan seorang pemimpin padepokan asal Probolinggo, Jawa Timur yaitu Dimas Kanjeng Taat Pribadi (Selanjutnya; Dimas Kanjeng)  yang dipercaya dapat menggandakan uang bermilyaran rupiah. Video tentang praktek penggandaan uang pun sudah banyak beredar di Youtube.

Salah satu media memberitakan bahwa para pengikut Dimas Kanjeng diwajibkan untuk membayar mahar sebagai pancingan untuk digandakan 1.000 kali dan diminta untuk membaca berbagai wirid (amalan) hasil gubahan sang pimpinan padepokan.

Tak pernah disangka bahwa padepokan Dimas Kanjeng ternyata memiliki ratusan bahkan ribuan pengikut yang terdiri dari berbagai kalangan, mulai dari yang miskin hingga yang kaya, mulai dari kaum proletar hingga borjuis, mulai dari yang tidak berpendidikan hingga kaum intelektual.

Dalam meyakinkan masyarakat, Dimas Kanjeng membuat “dalil-dalil” berfoto dengan para pejabat dari Presiden hingga petinggi TNI demi memposisikan dirinya sebagai orang yang terpandang dan disegani di negeri ini.

Sang pengganda uang itu pun akhirnya ditangkap oleh Polda Jatim setelah membunuh dua orang pengikutnya. Belakangan juga bekas para pengikutnya melaporkan Dimas Kanjeng ke Polisi dengan tuduhan penipuan (penggelapan) uang sedang bekas pengikutnya itu mengalami kerugian bemilyaran rupiah. Dan setelah tertangkap, maka terbongkarlah modus penggandaan uang yang digunakan oleh Dimas Kanjeng.

Yang jadi pertanyaan saya adalah “Masih adakah orang yang hidup dalam kompleksitas zaman modern ini ingin mendapatkan hasil tanpa proses? Masih adakah orang yang ingin mendapatkan kekayaan tanpa kerja keras banting tulang?”.  Dari sini saya ingin mengajak para pembaca untuk melihat fenomena ini secara jernih.

Ada sebuah tesis “Uang bukanlah segalanya, tetapi segalanya butuh uang”. Tesis tersebut menggambarkan secara umum bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari segi ekonominya. Semakin tinggi daya beli masyarakat, maka semakin tinggi pula tingkat kesejahteraannya. Orang yang malas bekerja, maka ia akan menjadi rendah daya belinya dan secara otomatis akan menjadi kaum tertindas oleh kaum kapital. Inilah yang menyebabkan Nietzsche (Filosof Jerman) pernah mengatakan bahwa hidup adalah perjuangan untuk bereksistensi. Dan tentunya salah satu cara untuk bereksistensi adalah dengan meningkatkan keadaan ekonominya.

Fenomena yang terjadi pada Dimas Kanjeng mengandung semacam ibrah bahwa manusia dalam mencapai hajat hidupnya –termasuk meningkatkan kondisi ekonomi– cenderung untuk mengambil jalan yang instan tanpa perlu bersusah payah.

Kita sepertinya lupa dengan slogan yang dicanangkan oleh Pak Jokowi, yaitu “Kerja.. Kerja.. dan Kerja..” yang bagi penulis merupakan slogan yang padat tapi kaya makna. Pak Jokowi mengajarkan kepada kita bahwa untuk mengarungi ganasnya kehidupan kita dituntut untuk selalu bekeja keras dalam memecahkan berbagai persoalan kehidupan, termasuk bidang ekonomi.

Dengan bekerja, kita dapat mengetahui sebuah proses dan hasil yang nyata untuk meningkatkan taraf hidup kita. Bahkan bisa juga kita mengevaluasi proses kerja kita untuk meningkatkan kualitas kerja kita demi sebuah hasil yang maksimal.

Semoga dengan kerja keras dan kerja nyata kita dapat mengatasi perbagai problem kehidupan yang semakin kompleks dan ruwet.

Akhir kata, saya hanya bisa berkata:
“Ayo Kerja untuk Indonesia yang lebih baik...”

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.