Meneguhkan Kebhinekaan Menjaga Keharmonisan; Sebuah Refleksi
Coretan Ichwan,
Presiden pertama RI, Ir. Soekarno pernah berkata, "Perjuanganku lebih mudah karena hanya mengusir penjajah, Perjuanganmu akan lebih berat karena akan melawan bangsamu sendiri." apa yang dikatakan oleh Bapak Proklamator ini selayaknya menjadi bahan perenungan kita mengapa Bung Karno berujar seperti itu, mengapa dulu perjuangan yang menewaskan jutaan bahkan milyaran para Syuhada' bisa dikatakan sebagai perjuangan yang lebih mudah sedangkan saat ini Indonesia yang sudah merdeka justru dikatakan sebagai perjuangan yang sangat berat?.
Presiden pertama RI, Ir. Soekarno pernah berkata, "Perjuanganku lebih mudah karena hanya mengusir penjajah, Perjuanganmu akan lebih berat karena akan melawan bangsamu sendiri." apa yang dikatakan oleh Bapak Proklamator ini selayaknya menjadi bahan perenungan kita mengapa Bung Karno berujar seperti itu, mengapa dulu perjuangan yang menewaskan jutaan bahkan milyaran para Syuhada' bisa dikatakan sebagai perjuangan yang lebih mudah sedangkan saat ini Indonesia yang sudah merdeka justru dikatakan sebagai perjuangan yang sangat berat?.
Menengok Sejarah
Indonesia merupakan sebuah bangsa yang heterogen dalam artian bangsa Indonesia merupakan sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai Suku, Agama, Ras serta Antar golongan yang mewarnai kehidupan bernegara kita. Tentunya dengan melihat peta tipografi yang ada, tidaklah mudah untuk mendirikan sebuah negara kesatuan yang memiliki berbagai perbedaan latar belakang yang ada.
Indonesia merupakan sebuah bangsa yang heterogen dalam artian bangsa Indonesia merupakan sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai Suku, Agama, Ras serta Antar golongan yang mewarnai kehidupan bernegara kita. Tentunya dengan melihat peta tipografi yang ada, tidaklah mudah untuk mendirikan sebuah negara kesatuan yang memiliki berbagai perbedaan latar belakang yang ada.
Dengan perbedaan yang ada, saya mencoba untuk mengajak para pembaca untuk melihat kembali tentang bagaimana usaha para pendiri bangsa ini merumuskan gagasan-gagasannya tentang dasar pemikiran negara ini termasuk mencari sebuah identitas ideologi bangsa.
Ketika BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 9 April 1945 mencari sebuah bentuk dan Ideologi Negara, terjadi perdebatan yang tajam di antara para Musyawirin sehingga terbagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok Nasionalis-Islam dan Nasionalis-Sekuler.
Perdebatan panjang akhirnya mencapai kesepakatan dengan lahirnya "Piagam Jakarta". Piagam ini menyebutkan bahwa Indonesia sebagai negara republik yang berasaskan Pancasila. Hanya, dalam piagam tersebut masih terdapat prinsip-prinsip keagamaan yang mengarah pada semangat Islam yang kemudian dikenal dengan "tujuh kata", yaitu Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
Tujuh kata ini yang pada akhirnya menimbulkan ketidakpuasan dari kalangan non-muslim sehingga jika tujuh kata tersebut tidak dihapus, maka mereka mengancam akan mendirikan sendiri yang terpisah dari Indonesia. Akhirnya, atas nama persatuan Nasional pada tanggal 11 Juli 1945 ketujuh kata tersebut dihapus.
Dari sini para pendiri bangsa ini sudah menunjukkan sikap toleransi dan keinginan untuk hidup bersama tanpa adanya gesekan-gesekan yang berarti. terlebih lagi Indonesia sudah sejak lama -bahkan sebelum merdeka- hidup berdampingan dan tolong menolong di tengah perbedaan yang ada, yang kini lebih dipopulerkan dengan istilah "Bhinneka Tunggal Ika" yaitu Berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
Pengendalian diri
Wahid Foundation sebagaimana yang diberitakan oleh kompas, pernah melakukan survei tentang intoleransi dan tindakan radikal di Indonesia yang hasilnya cukup mengejutkan. Dari total 1.520 responden, sebanyak 59,9 persen memiliki kelompok yang dibenci.
Wahid Foundation sebagaimana yang diberitakan oleh kompas, pernah melakukan survei tentang intoleransi dan tindakan radikal di Indonesia yang hasilnya cukup mengejutkan. Dari total 1.520 responden, sebanyak 59,9 persen memiliki kelompok yang dibenci.
Kelompok yang dibenci meliputi mereka yang berlatarbelakang agama nonmuslim, kelompok tionghoa, komunis, dan lainnya.
Dari jumlah 59,9 persen itu, sebanyak 92,2 persen tak setuju bila anggota kelompok yang mereka benci menjadi pejabat pemerintah di Indonesia.
Sebanyak 82,4 persennya bahkan tak rela anggota kelompok yang dibenci itu menjadi tetangga mereka.
Dari sisi radikalisme sebanyak 72 persen umat Islam Indonesia menolak untuk berbuat radikal seperti melakukan penyerangan terhadap rumah ibadah pemeluk agama lain atau melakukan sweeping tempat yang dianggap bertentangan dengan syariat Islam.
Dan hanya sebanyak 7,7 persen yang bersedia melakukan tindakan radikal bila ada kesempatan dan sebanyak 0,4 persen justru pernah melakukan tindakan radikal.
Sungguh sangat disayangkan apabila Negara yang dibangun dengan semangat kebersamaan serta kesadaran akan perbedaan, kini terancam oleh konflik SARA.
inilah kemudian yang dikatakan Bung Karno sebagai "melawan Negaramu sendiri" dalam artian kita tidak lagi bersatu untuk mengusir penjajah, justru kita terancam hancur dari dalam negara di mana kebersamaan tidak lagi diutamakan serta perbedaan menjadi sebuah ancaman.
Kondisi seperti itu -jika boleh dikatakan- sama seperti ketika Rasulullah bersabda seusai Perang Badar bahwa "Kita telah beralih dari perang kecil kepada perang yang Sangat besar, yaitu Jihad melawan Hawa Nafsu".
Jihad melawan hawa Nafsu atau diri sendiri merupakan Jihad yang paling sulit, sebab hawa nafsu selalu menuntun kita untuk mengerjakan sesuatu meskipun itu terlarang. Dengan penguasaan hawa nafsu berarti kita meraih sebuah peperangan yang sebenarnya.
Mengedepankan Kebersamaan
Setiap orang pastilah memiliki sebuah ego di mana seseorang dikendalikan oleh ego. dalam tulisan terdahulu, penulis pernah secara ringkas menyampaikan secara singkat tentang struktur kesadaran dalam pandangan Sigmund Freud yang bercabang menjadi Id, Ego dan Superego. (Baca: Menjadi Manusia Unik).
Setiap orang pastilah memiliki sebuah ego di mana seseorang dikendalikan oleh ego. dalam tulisan terdahulu, penulis pernah secara ringkas menyampaikan secara singkat tentang struktur kesadaran dalam pandangan Sigmund Freud yang bercabang menjadi Id, Ego dan Superego. (Baca: Menjadi Manusia Unik).
Secara lebih ringkas, Id dikendalikan oleh Ego di bawah pengawasan Superego. Dengan demikian, Superego memiliki peranan penting untuk mengendalikan ego.
Jika tidak berlebihan, ego bisa disamakan dengan hawa nafsu yang mana ketika nafsu tidak bisa dikendalikan, maka nafsu tersebut itulah yang memenangkan atas diri. Hal ini selanjutnya akan berakibat buruk pada sendi-sendi kehidupan manusia, di mana ketika nafsu menguasai diri, maka besar kemungkinan ia tidak akan bisa menerima kebenaran orang lain.
Konflik yang selama ini mewarnai kehidupan kita disebabkan kita selalu mendahulukan diri sendiri tanpa melihat keberadaan orang lain. Dengan begitu ketika kita tidak suka dengan orang lain, berarti kita tidak dapat menguasai diri kita.
Begitu juga halnya dengan dasar negara kita. Pancasila dibentuk atas Musyawarah mufakat di mana para perumus negara selalu mengedepankan perasaan ingin hidup bersama. penghapusan tujuh kata melalui kompromi yang panjang dengan melibatkan seluruh pandangan-pandangan yang jauh ke depan. Sebab di Indonesia bagian timur, umat Islam sangatlah minoritas sehingga dengan dimasukkannya tujuh kata dianggap sebagai sebuah bentuk diskriminatif. Meskipun begitu, spirit tujuh kata tersebut sudah terinternalisasi dalam keseluruhan Pancasila di mana setiap warga negara diberi kebebasan yang sebebas-bebasnya untuk menjalankan Ibadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya.
Oleh sebab itu, perbedaan yang ada di Indonesia merupakan sebuah keniscayaan yang harus dihargai. Mengedepankan kebersamaan merupakan kewajiban yang harus dijunjung tinggi oleh warga negara untuk menciptakan kondisi yang diidamkan. Jangan ada lagi pertentangan yang diakibatkan oleh unsur SARA. Dengan demikian, Indonesia bisa fokus untuk mencapai tujuan ke depan tanpa perlu lagi menata kehidupan warga negaranya.
Tidak ada komentar: